Cari Blog Ini

Sabtu, 24 Maret 2012

Drama Batu belah batu betangkup

Hiduplah seorang janda bersama ke-5 anaknya. Janda itu bernama Minah. Anak-anaknya yang nakal selalu membuat Mak minah bersedih.

Anak1  :   Mak, aku mau Mak membelikan aku baju baru seperti anak sebelah rumah kita! Atuknya membelikannya baju sutera yang cantik!(sambil memainkan kuku-kukunya)
Anak2   :     Betul Mak! Aku juga ingin dibelikan sepatu baru seperti kawan-kawan kami! Sepatu kami sudah usang Mak! Kami malu!

Anak3   :    Aku ingin Mak juga membelikanku mainan, seperti anak-anak lain Mak!
Mak    :    Nak, sebetulnya hati Mak rasa hendak membeli semua yang kalian minta itu nak. Tapi apa daya Mak tidak punya uang nak! Sabarlah nak, Mak akan berusaha mencari uang yang berlimpah untuk kalian.

Anak4    :    Ah, Mak memang pelit sekali terhadap anak sendiri? Mak egois sekali! Ayah pasti sakit hati melihat tingkah Mak seandainya ayah masih hidup.

Anak5    :    Ya! Mak tidak becus dalam bekarja dan ingin kita hidup melarat terus!
Mak     :   Tidak nak! (sambil menangis) Mak sama sekali tidak seperti itu Mak sudah berusaha sekuat tenaga tapi kalian tetap tak mau menghargai Mak. Mak lelah nak!

Anak1  : Sudah Mak, cukup janji-janji palsu Mak! Telinga kami sudah amat panas mendengar celotehan tidak penting ini Mak.

Mak      :    Apa nak? Kasar nian engkau pada Mak?
Anak2   :  Kami tidak perduli Mak!
(Anak1, anak2, anak3, anak4, anak5 pergi main meninggalkan Maknya sendirian yang  sedang tersedu-sedu)
Mak    :     Ya allah, kenapa anak-anakku tidak tahu diri begitu? Apa salahku hingga mereka jadi begitu? Mungkin ini cobaan aku harus tabah menghadapi cobaan dari sang ilahi.

            (Anak-anak Mak datang dan Makan. Tanpa mempedulikan Maknya yang sedang tertunduk tiba2 datanglah tetangga mereka lalu masuk tanpa permisi)
Tetangga1       :           Ih apa tu yang kalian lahap? Tak bergizi tu! Tak pantas dimakan! Ibu kalian bagaimana rupanya? Memberi Makanan tak layak macem ni. Saya ada pantunya ini.

            Ada kucing Makan ikan
            Rupanya ikan memakan nasi
            Anak miskin sedang makan
            Makan nasi tapi sudah basi

Tetangga2   :  Baju kalian pun cantik-cantik. Lusuh dan bau sudah ketinggalan zaman pula! Ibu kalian memang perhatian! Ini pun ada pantunya.
            Si pak cik sedang berduka
            Memakai baju hitam gulita
            Cantik nian baju mereka
            Kain lusuh berlubang pula
Mak    :   Kalian memang orang berada tapi cukuplah jangan mengiris hati kami, para rakyat jelata.(Menangis, hati Mak sakit sekali)
Tetangga1    :    Ah memang engkau orang kampung
Bolu kemojo pakai lah tepung
Lebih enak pakai serikaya
Disini ada orang kampung
Tak bisa bergaul dengan orang kaya

Tetangga2   :  Si asrul beli jarum pentul, betul betul betul!
Tetangga1    :   Mari kita pulang tak tahan aku dengan hawa rumah ini!
Tetangga2    :   Ayoklah kita ke pasar dan berbelanja. Tak kayak mereka-mereka ini yang jarang sekali berbelanja, hanya hari raya, itupun membeli barang-barang bekas.
(Setelah dua tetangga mereka pergi, barulah anak sulung menghampiri Mak.)
Anak1  :    Itu mak, mak dihina oleh tetangga kita yang kaya raya itu! Apa mak tidak malu? Kami malu mak?
Anak4      :     Betul mak, kami semua malu punya mak seperti mak!
(mak hanya menangis)
Anak5     :    Mak ini menangis saja kerjanya.
(Anak-anaknya pun berlalu dan tidur)
(Mak segera mengambil sajadah dan mukenanya, ia sangat sedih dan ingin berdoa kepada Allah SWT)
Mak       :     ya allah, ada apa dengan anak-anak hamba? Kenapa mereka durhaka begitu pada orangtuanya? Apa yang harus hamba lakukan ya allah? Hamba sudah tidak sanggup lagi. Bukankah manusia punya batas sabar, ya allah?

(Keesokan harinya mak minah menyiapkan makanan yang banyak dan pergi, anak-anaknya tidak tahu dan tidak menyadari kepergian mak minah karena mereka asyik bermain. Setelah itu mak minah pergi ke batu di tepi sungai yang bisa bicara serta bisa membuka dan menutup seperti kerang.)

Mak  :   Akhirnya saya sampai di tepi sungai.(sambil berjalan mendekati batu)Wahai batu batangkup telanlah saya. Saya tidak sanggup lagi hidup dengan kelima anak saya yang tidak menghormati orang tuanya.
Batu    :  Masuklah.
(Mak minah pun ditelan oleh batu batangkup itu, yang tersisa hanya sehelai rambut mak minah yang panjang.)
Sore hari…
Anak3  :      Kak, mak ada dimana? Kemana ia sejak pagi?
Anak2   :   Entahlah?ayo kita main lagi!
Anak4   :    Ayo kak! Kita main galah panjang! Pasti seru!
(Keesokan harinya makanan sudah habis dan anak-anak nakal itu mulai lapar)
Anak3   :    Aku lapar. Mana emak?
Anak2   :    Lebih baik kita mencarinya sebelum kita mati kelaparan.
(Mereka pun akhirnya tiba di sungai dan menemui batu batangkup)
Anak1     :   Dik,bukankah ini rambut mak?
Anak4    :   ya ini ‘kan kelas rambut mak!
Semua    :  Wahai Batu Batangkup, kami membutuhkan emak kami. Tolong keluarkan emak kami dari perutmu!
Batu       :    Tidak!!! Kalian hanya membutuhkan emak saat kalian lapar. Kalian tidak pernah menyayangi dan menghormati emak
Semua     :   Kami berjanji akan membantu, menyayangi dan menghormati emak!(sambil meratap dan tersedu-sedu)
Batu   :  Baiklah, akan ku keluarkan emak kalian.
(Keesokanya anak-anak menjadi rajin dan membantu emaknya. Tapi lusanya mereka kembali ke tabiat aslinya)
Mak   :   Anak-anakku memang tak tahu diri, anak durhaka, lebih baik saya kembali ke batu batangkup!(Mak minah pun sampai di dekat batu batangkup)Wahai batu, telanlah saya lagi dan jangan pernah keluarkan saya, saya tak sanggup lagi melihat tingkah laku anak-anak saya!
Batu    :  Baiklah, masuk ke dalam!
(Sedangkan anak-anaknya hanya bermain dari pagi sampai sore. Dan saat lapar mereka baru mencari mak.)
Anak3     :    Kak, aku lapar sekali.
Anak5    :    Ya kak. Adik juga lapar. Emak ini kemana? Menelantarkan anak-anaknya. Pasti dia pergi ke batu batangkup, ayo kita ke sana!
(Sesampainya di tepi sungai)
Anak2  dan 5   :   Wahai Batu Batangkup, kami membutuhkan emak kami. Tolong keluarkan emak kami dari perutmu…
Anak4 dan 5    :  Kami berjanji akan membantu, menyayangi dan menghormati emak, Wahai batu batangkup!
(Mereka meratap dan menangis seperti kejadian sebelumnya)
Batu   : Kalian memang anak nakal. Penyesalan kalian kali ini tidak ada gunanya!(kata batu sambil menelan anak-anak itu.)
Batu Batangkup pun masuk ke dalam tanah dan sampai sekarang tidak pernah muncul kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar